Ket. Photo : Kapolres Labuhanbatu AKBP James H. Hutajulu SIK, SH, MH, MIK. (Foto :Istimewa)
Labuhanbatu | Issu.Com – Ungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Kepolisian Resor Labuhanbatu Polda Sumut tetap 7 orang sebagai tersangka. Penetapan tersangka dilakukan setelah kurang lebih satu bulan proses penyelidikan.
Hal itu disampaikan Kapolres Labuhanbatu AKBP James H. Hutajulu melalui Kasi Humas Iptu Parlando Napitupulu kepada Issu.Com pada Kamis pagi (10/8/2023).
Humas mengatakan, saat ini pihak penyidik dari Unit IV Pidsus Sat Reskrim Polres Labuhanbatu telah berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi beberapa waktu yang lalu di wilayah Simandulang, Kec. Kualuh Ledong, Kab. Labuhanbatu Utara (Labura).
“Dari pengungkapan tersebut 7 orang ditetapkan jadi tersangka,” Ucapnya.
Ia juga mengatakan, proses penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah sebelumnya pihak Pidsus Reskrim Polres Labuhanbatu melakukan proses penyelidikan selama kurang lebih satu bulan.
“Pengungkapan Kasus TPPO itu diawali atas dasar laporan polisi bernomor : LP/A/08/VI/2023/SPKT/Unit Reskrim/Polsek Kualuh Hilir/Polres Labuhanbatu/Polda Sumatra Utara pada tanggal 16 Juni 2023 dan surat perintah penyidikan bernomor : Sp.Sidik/263/VI/RES.1.15/2023/ Reskrim tertanggal 18 Juni 2023,” ujarnya menerangkan.
“Dari pengungkapan kasus itu kita sudah menetapkan 7 orang tersangka, yakni KBS (38) warga Simandulang, Kec. Kualuh Ledong, Labura, BS (33) warga Kota Tanjung Balai, serta RZL, UMR, MDN, AM dan ATN,” imbuh Kasi Humas, rinci.
“Untuk tersangka KBS dan BS sudah kita amankan, sedangkan untuk 5 orang tersangka lainnya yakni RZL, UMR, MDN dan AM selaku pemilik kapal serta ATN yang merupakan agen di Malaysia yang bertugas sebagai perekrut pekerja migran masih dalam proses pencarian,” lanjutnya lagi.
Diceritakan Humas, kasus ini diawali dari laporan masyarakat pada 16 Juli 2023 yang lalu, saat itu ada warga yang melaporkan tentang adanya puluhan pekerja migran yang terdampar di perairan pantai wilayah desa simandulang, Kualuh Ledong, Labura.
“Saat itu petugas dari Polsek bersama anggota Koramil 02/TL yang turun ke lokasi menemukan 46 orang pekerja migran yang terdiri dari 27 orang laki-laki dewasa, 13 orang perempuan serta 6 orang tergolong masih anak-anak,” paparnya.
Dari data yang diperoleh, sambung humas, puluhan pekerjaan migran tersebut berasal dari 4 provinsi berbeda. “35 orang warga NTT, 3 orang warga Sumut, 6 orang warga Jatim dan 2 orang asal Riau,” katanya.
“Dari keterangan tersangka, pejemputan para pekerja migran itu terjadwal pada 14 Juni 2023 siang, sekira pukul 14.00 wib. Saat itu pelaku inisial AMR selaku pemilik kapal menghubungi tersangka lainnya yakni KBS, BS, MDN, dan RZL untuk menginformasikan waktu pejemputan. Selanjutnya kempat pelaku yang sudah tau tugasnya tersebut bertemu diwilayah Titi Gantung Kapias, Tj Balai tempat kapal milik AMR berlabuh dan langsung berangkat menuju Malaysia pada pukul 24.00 wib, malam itu,” paparnya.
Keesokan harinya, terang humas, yakni 15 Juli sekira pukul 24.00 wib kapal yang mereka bawa tiba di Pantai Sabak Beranam Pulau Intan Malaysia, atas panduan agen yakni ATN, kapal tidak berlabuh tapi menunggu di laut dengan jarak 200 meter dari bibir pantai.
“Selanjutnya, setelah puluhan migran tersebut sudah tiba dikapal sekira pukul 01.00 wib malam itu juga, kapal kembali bergerak menuju Indonesia dan tiba di perairan Indonesia yakni di Pantai Saudara Desa Simandulang pada pukul 14.00 wib, namun tidak menepis karena menunggu kapal lain untuk menjemput,” Imbuhnya.
“Setelah semua PMI masuk kapal penjemputan yang di nakhodai KBS, kapal tersebut langsung pulang ke Tanjung Balai dan berlabuh di Panton Bagan Asahan,” tutur humas menerangkan.
Atas perbuatannya, sambung humas, pelaku melanggar Pasal 323 Jo Pasal 219 ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, atau Pasal 12 UUD RI No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, atau Pasal 83 Jo. Pasal 68 Jo. Pasal 5 huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e UU Republik Indonesia No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, atau Pasal 120 ayat (1) UU RI NO.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1, 56 KUHPidana.
“Para tersangka terancam hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit sebesar Rp.500 juta dan paling banyak Rp.1,5 Miliyar,” Tutupnya. (Erine-Red)
Editor : Indra Dharma